Amsal 19:1-17
Salah satu persoalan dunia modern adalah kegamangan dalam memosisikan pengetahuan/akal budi dan iman dalam hidup keseharian yang dijalani oleh manusia. Demikianlah konflik abadi dunia modern: satu pihak berkata bahwa akal budilah yang terpenting, sementara pihak lainnya berpendapat bahwa imanlah yang paling penting.
Menjawab situasi di atas, mari kita gali lebih dalam Kitab Amsal yang memiliki posisi yang cukup bijak dalam menjawab persoalan perdebatan akal budi dengan iman. Kitab Amsal merupakan sebuah kitab yang berisi petuah kehidupan. Petuah itu merupakan hikmat, yang dalam beberapa bagian diidentikkan dengan akal budi dan pengetahuan. Jelas, terdapat peran akal budi dalam kedamaian dan kesejahteraan hidup manusia. Bahkan, mendengarkan hikmat dan memakai akal budi adalah salah satu tanda ketertundukan kepada Allah.
Perikop bacaan kita hari ini cukup banyak berbicara mengenai hidup yang berakal budi (2-5, 10-11, 13-15). Bahkan, tertulis bahwa menjalani hidup yang berakal budi berarti memegang firman Tuhan (6, 8). Siapa saja yang menaati ketetapan Allah dan firman-Nya akan selamat (16). Hidup yang bersandar pada hikmat Tuhan menuntun seseorang untuk memiliki kelakuan yang bersih. Tertulis bahwa memiliki orang-orang yang penuh hikmat dan berakal budi di sekitar kita adalah sebuah berkat tersendiri (14). Sebaliknya, berada di sekeliling orang bebal adalah malapetaka tersendiri (13).
Kehidupan yang penuh hikmat dan taat kepada Tuhan menuntun orang untuk mewujudkan hidup yang penuh belas kasih kepada sesama. Menjalani hidup yang berbelas kasihan berarti mau memerhatikan orang miskin dan lemah dengan cara berderma dan berbuat baik. Mari kita wujudkan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang memerlukan pertolongan.
Oleh sebab itu, marilah kita mensyukuri akal budi pemberian Allah dan memakainya untuk mewujudkan kasih serta hidup yang penuh belas kasihan. Dengarkanlah hikmat Allah yang dapat kita temui dalam segenap hidup keseharian kita.
Beri Komentar